BUKU I
I. PENDAHULUAN
Sejak dulu Gereja Katolik dikenal sebagai
Gereja yang satu, dan kesatuan ini merupakan salah satu tujuan dari Konsili
Vatikan II. Kristus lahir ke dunia, wafat, kemudian bangkit dan kembali kepada
Bapa-Nya dengan meninggalkan para rasul sebagai perintis pertama Gereja dengan
Petrus sebagai pemeran utama dalam kelompok para rasul. Sebagai pemimpin,
Petrus mencoba memimpin para rasul yang lain dan jemaat perdana untuk tampil
memberi kesaksian tentang Kristus itu sendiri. Dalam merintis semuanya ini,
Petrus dan para rasul yang lain serta jemaat perdana pasti tidak luput dari
berbagai macam tantangan dan cobaan yang membutuhkan pengorbanan yang luhur.
Kendatipun demikian, mereka tidak pernah
takut untuk mengambil resiko. Kesatuan selalu dijaga dan dipelihara dengan
baik. Di sini Allah yang adalah kekal juga sangat berperan dalam mempersatukan
Gereja. Allah sama sekali tidak melihat keberdosaan manusia, Ia selalu
memberikan rahmat-Nya melalui Roh Kudus untuk melindungi Gereja. Tak dapat
disangkal bahwa perkembangan zaman pun turut mempengaruhi perkembangan Gereja.
Gereja yang pada awalnya satu, kini
terbagi dalam beberapa bagian dengan cara hidup atau ritus yang berbeda. Walaupun
masing-masing memiliki cara hidup tersendiri namun hampir semua mencita-citakan
Allah yang satu dan kelihatan, yang benar-benar universal dan diutus ke dunia,
untuk memberi kesaksian tentang Injil demi kemuliaan Allah.
Konsili Vatikan II melihat hal ini penuh
pertimbangan dan ingin memulihkan persatuan Gereja dengan menganjurkan kepada
semua orang katolik beberapa sarana, cara dan jalan demi menanggapi panggilan
Allah. Maka dalam mempertimbangkan hal ini, Konsili mengemukakan beberapa poin
penting yang sangat mendukung perkembangan dan persatuan Gereja.
II. AZAS-AZAS EKUMENE KATOLIK
Yesus Kristus diutus ke dunia untuk
menyelamatkan umat manusia dengan mengurbankan diri-Nya sendiri di salib,
dengan wafat-Nya ini Gereja dihimpun menjadi satu melalui darah-Nya dan inilah
tanda cinta kasih Allah yang sangat besar bagi manusia. Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus sebagai
hadiah, yang datang setelah kenaikan-Nya ke surga dan Roh itulah yang akan
selalu mendampingi Gereja dalam perkembangannya. Gereja yang satu dihimpun
dalam satu iman dalam Kristus. Roh yang sama juga menghubungkan kemesraan
Gereja dengan Kristus sehingga Kristus sebagai azas pemersatu dalam Gereja.
Setelah kenaikan-Nya ke surga Yesus tidak
melupakan para rasul yang masih melanjutkan kesaksian-Nya di bumi. Sebagai
wujud manusia Dia telah tiada, tetapi sebagai Allah Dia tetap tinggal dan
bersama mereka karena Dia ingin agar Gereja-Nya tetap bersatu dan semakin
berkembang dalam nama-Nya. Gereja yang pada awalnya dikepalai oleh Petrus
akhirnya berkembang dan kedudukan Petrus pun tetap tergantikan oleh Paus dan
para uskup lain sebagai pangganti rasul-rasul yang lain. Walaupun mereka tidak
selalu hidup bersama dalam satu tempat, namun mereka tetap bersatu dalam iman
dengan berlandaskan pada kesatuan Allah yang Esa walaupun terdiri dari tiga
pribadi yakni Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Sejak awal Gereja telah mengalami
perpecahan dalam arti bahwa ada persekutuan-persekutuan tertentu yang menarik
diri dari kesatuan Gereja Katolik. Dari perpecahan-perpecahan ini terbentuklah
persekutuan baru tetapi hidup mereka tetap berpedoman pada Yesus. Gereja
Katolik tidak melihat hal ini sebagai pembangakit kebencian, Gereja berusaha
merangkul persekutuan-persekutuan ini sebagai saudara. Maka salah satu cara
untuk mengatasi tidak terjadinya perselisihan antara Gereja dan
persekutuan-persekutuan tersebut adalah dengan gerakakan ekumene. Roh Kudus pun
tidak melihat perpecahan yang tidak sempurna ini tetapi dilihat sebagai sarana
penyalur rahmat keselamatan kendatipun sebagai manusia, Gereja dan
persekutuan-persekutuan ini tidak pernah luput dari dosa. Roh Kudus tetap
membimbing dan menuntun kedua kelompok ini menuju Yerusalem surgawi.
Dewasa ini rahmat Roh Kudus mendorong
orang untuk bersatu sesuai dengan apa yang dikehendaki Kristus. Maka dalam
konsili ini, semua orang katolik diajak untuk mengenal tandat-tanda zaman dan
giat dalam kegiatan ekumene. Dengan “gerakan ekumene” yang dimaksudkan adalah
untuk memprakarsai hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan Gereja masing-masing
dari zaman ke zaman. Salah satu tujuannya adalah untuk memupuk persatuan dan
kesatuan semua umat kristen, misalnya; menjauhkan segala bentuk prasangka atau
penilaian negatif terhadap umat beragama yang bukan katolik, dialog antaragama
yang dan lain sebagainya yang dapat menambah pengetahuan-pengetahuan baru bagi
sesama umat kristen.
Melalui kegiatan ini juga dapat diciptakan
hubungan kerjasama antaragama demi kepentingan bersama. Namun perlu diingat
bahwa untuk menjalin kerjasama perlu ada keikhlasan dan keterbukaan hati
nurani. Dalam kegiatan ekumene, semua umat katolik juga dituntut untuk
memberikan perhatian kepada saudara-saudarinya yang hidup terpisaha dari
kalangannnya dengan doa dan komunikasi. Dan juga membutuhkan kejujuran hidup
dalam keluarga-keluarga katolik dengan tujuan agar dapat memberikan kesaksian
hidup bagi orang lain.
Oleh sebab itu, semua orang katolik harus
mengusahakan kesempurnaan kristen seturut keadaannya agar mendukung kerendahan
hati Yesus sendiri yang diperbaharui hari ke hari, sampai Ia tampil dengan jaya
tanpa noda dan cela. Di samping mempertahankan kesatuan Gereja, semua umat
harus juga mempertahankan kebebasan yang wajar sesuai dengan tugas
masing-masing. Hal ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kehidupan spiritual,
ketertiban hidup maupun dalam keanekaragaman ritus dalam liturgi serta dalam
hal-hal yang bersifat teologis dan kebenaran-kebenaran. Salah satu cara untuk
mencapai semuanya ini yaitu harus disertai dengan cinta kasih. Karena melalui
cinta kasih, kekatolikan dan keapostolikan Gereja makin disempurnakan dalam
perkembangannya setiap waktu.
Jika dilihat dari pihak lain, orang
katolik harus dengan senang hati menghargai harta dan warisan bersama sekalipun
dimiliki oleh orang yang bukan katolik. Orang katolik juga harus berani
bersaksi tentang Kristus sekalipun harus menumpahkan darah demi nama-Nya yang
kudus.
Perpecahan yang sudah terjadi sejak dahulu
dilihat oleh Gereja sebagai sesuatu yang tidak bertentangan dengan iman, namun
di lain sisi perpecahan ini merupakan suatu hambatan bagi Gereja dalam beberapa
segi, jika dilihat dari ritus-ritus yang digunakan oleh saudara-saudari yang
terpisah dari Gereja Katolik.
III. PELAKSANAAN EKUMENE
Keprihatinan untuk memulihkan
kesatuan Gereja merupakan urusan dan tanggungjawab dari seluruh Gereja, baik
para pemimpin maupun umat sendiri. Dengan demikian tampaklah kesatuan seluruh
Gereja yang satu, hidup dalam persaudaraan sejati sesuai dengan kehendak Tuhan.
Dalam perjalanan dan perkembangannya, Gereja dituntut untuk setia karena
dipanggil oleh Allah demi pembaharuan yang terus-menerus berlanjut dari zaman
ke zaman. Perubahan-perubahan ini sangat jelas tampak dalam bidang liturgi,
katekese, kerasulan, hidup membiara dan sebagainya. Kegiatan Gereja yang
memasyarakat menandakan bahwa harapan akan ekumene di masa mendatang sangat
didambakan oleh Gereja.
Perlu diingat bahwa gerakan ekumene akan
dikatakan sebagai gerakan yang “sejati” jika disertai dengan pertobatan batin.
Maka kita sebagai orang katolik harus meminta rahmat dari Roh Kudus agar jujur,
rendah hati dan terbuaka dalam melayani orang lain sebagai saudara, sebagaimana
apa yang dilakukan oleh Kristus sendiri ketika berkarya di dunia.
Pertobatan hati setiap orang harus
dianggap sebagai jiwa dari gerakan ekumene itu sendiri dan layak disebut
ekumene spiritual. Dalam keadaan-keadaan tertentu, orang-orang katolik perlu
mendoakan doa kesatuan yang isinay menyangkut kesatuan seluruh umat beriman.
Namun dalam hal-hal yang sangat sakral, hendaknya tidak dipandang begitu saja
sebagai alat pemulih kesatuan umat kristen seluruhnya.
Untuk hidup bersatu dengan saudara-saudari
yang terpisah, kita juga dituntut untuk mengenal jiwa mereka yang terpisah.
Maka perlu study khusus tentang hal ini dengan tujuan dapat mendalami tata cara
hidup mereka dari berbagai segi. Perlu juga pertemuan-pertemuan antaragama
terutama dalam mebahas masalah-masalah teologi. Namun perlu dihindari sikap
angkuh dalam pertemuan-pertemuan tersebut.
Dalam gerakan ekumene juga perlu adanya
pemahaman tentang ilmu-ilmu sejarah dan teologi terutama bagi para imam.
Ilmu-ilmu ini harus diolah dan dikembangkan secara wajar terutama menyangkut
hal-hal yang didalamnya terdapat hubungan antara Gereja dan persekutuan lain.
Perlu disadai juga bahwa jalan dan cara
mengungkapkan iman katolik tidak boleh menghalangi dialog antaragama. Apa yang
dipaparkan tentang iman katolik harus menunjukkan kebenaran, jelas dan dapat
dipahami atau diterima oleh mereka yang terpisah. Cara yang tepat untuk
membandingkan ajaran iman masing-masing, para pemimpin harus jelas
mengungkapkan inti ajarannya dan perlu dihindari sikap persaingan dalam gerakan
ekumene. Hendaknya semua umat kristen berani mengakui inti imannya kepada semua
bangsa di dunia. Apa yang diungkapkan adalah bahwa mereka percaya kepada
Tritunggal yaitu Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dan sebagai kesaksian; Putera
adalah Sang Penebus yang dilahirkan sebagai manusai demi menyelamatkan umat
manusia yang percaya kepada-Nya.
Ungkapan ini harus benar-benar murni dan
perlu adanya dukungan satu sama lain dalam penyampaiannya sehingga tidak
menimbulkan kekecewaan bagi mereka yang mendengar atau menerimanya, terutama di
daerah-daerah yang sedang terjadi persaingan ketat dalam bidang sosial, ekonomi
dan politik. Dengan adanya kerjasama Gereja dalam membari kesaksian, semua
orang yang percaya kepada Kristus dapat belajar dan tahu serta memahami
bagaimana setiap individu dapat mengenal dan menghargai sesamanya. Dengan
demikian dapat terintislah jalan ke arah kesatuan kristen yang sempurna.
IV. GEREJA-GEREJA DAN PERSEKUTUAN
KEGEREJAAN YANG TERPISAH DARI TAKHTA APOSTOLIK ROMA
Dalam uraian ini akan tampak
perpecahan terbesar dalam Gereja pada awalnya. Perpecahan ini adalah perpecahan
Timur dan Barat dan ini tercatat dalam sejarah Gereja Katolik yang tidak akan
terlupakan. Perpecahan pertama adalah perpecahan yang terjadi di Timur. Masalah
utama terjadinya perpecahan ini karena adanya perumusan dogmatis dalam Konsili
Efesus dan Kalsedon serta putusnya hubungan antara para pemimpin Timur dan Takhta
Apostolik Roma.
Perpecahan yang kedua adalah perpecahan
yang terjadi di Barat. Perpecahan ini terjadi beberapa abad kemudian setelah
terjadinya perpecahan di Timur. Penyebab terjadinya perpecahan ini yaitu
gerakan Reformasi dalam Gereja atau pembaharuan dalam Gereja. Dengan adanya
gerakan Reformasi ini, muncullah persekutuan-persekutuan baru yang disebut
dengan Gereja Anglikan, Protestan dan sebagainya.
Dari persekutuan-persekutuan ini
hanya Gereja Anglikan saja yang boleh dikatakan masih tetap mempertahankan
tradisi dan struktur katolik dalam Gerejanya. Walaupun telah terpisah dari
Gereja Katolik, namun Gereja tidak melihat perbedaan ini sebagai jurang pemisah. Maka dalam
Konsili Vatikan II, diputuskan untuk mengajukan pertimbangan-pertimbangan dalm
rangka pelaksanaan kegiatan ekumene yang bijaksana.
Pertimbangan Khusus Mengenai Gereja-Gereja
Timur
Sejarah mencatat bahwa selama beberapa
abad, Gereja Timur dan Barat menjalani hidup sendiri-sendiri kendatipun masih
terikat dalam hubungan persaudaraan, iman dan sakramen. Sejak awal Gereja Timur
berdiri atas dasar para rasul, maka tidak mengherankan jUknXhf!tama yang
dipertahankan adalah hubungan persudaraan dalam persekutuan iman dan cinta
kasih. Tak dapat disangkal bahwa Gereja Timur juga memiliki harta dalam arti
kekayaan dalam bidang liturgi, tradisi dan hukum.
Walaupun telah terpisah namun Gereja di
Barat tetap mengambil beberapa “kekayaan” dari gereja Timur. Dogma-dogma dari
gereja Timur yang tidak diterima oleh Gereja Barat, tidak bisa dianggap sepeleh
karena itulah dasar iman kepercayaan di Gereja Timur. Salah satu inti dogma di
Timur adalah bahwa Sabda Allah menjadi daging dan dilahirkan dari Perawan
Maria.
Selain itu dengan berbagai bentuk dan
cara, Gereja menerima apa yang telah diwariskan oleh para rasul sehingga
disampaikan dengan cara yang berbeda sesuai dengan situasi dan juga pemahaman
dari mereka yang menyampaikannya. Semua orang pasti tahu bagaimana orang-orang
dalam Gereja Timur menjalankan liturgi khususnya perayaan Ekaristi. Hal ini
dikarenakan, Gereja Timur melihat Ekaristi sebagai puncak, sumber dan
jaminanhidup pada masa yang akan datang. Di dalam Ekaristi yang dilakukan,
Gereja bersatu dengan para pemimpin perayaan di dalam satu tubuh yaitu Kristus
sendiri. Dalam persatuan ini, Gereja mengenangkan sengsara, wafat dan
kebangkitan Sabda yang menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan umat
manusia yang percaya kepada Allah.
Selain perayaan Ekaristi, sesuai dogma
dalam Konsili Efesus tentang Maria sebagai Bunda Allah, Gereja Timur juga
mengagungkan Perawan Maria melalui doa dan ibadat yang mereka lakukan.
Orang-orang kudus yang telah meninggal pun tetap diperingati dan dihormati
serta diagungkan dalam doa-doa dan ibadat-ibadat. Gereja-gereja yang terpisah
tidak bisa desepelehkan terutama dalam sakramen-sakramennya yang benar misalnya
sakramen imamat dan ekaristi. Karena sakramen-sakramen inilah yang masih
menghubungkan mereka dengan kita. Maka hubungan-hubungan sakral seperti ini
patut dilihat sebagai sesuatu yang sangat pasti dianjurkan bukan hanya berupa
suatu kemungkinan saja.
Di Timur, Gereja kaya akan tradisi
spiritual yang kemudian terwujud melalui hidup para pertapa yang makin
berkembang dan akhirnya sampai ke Barat. Hidup semacam ini memiliki hubungan
yang sangat kuat dengan Yang Ilahi sehingga perlu disadari betapa kayanya
spiritualitas yang terdapat dalam Gereja Timur dan Barat. Dan sangat perlu
dihargai dan dihormati cara hidup seperti ini khususnya dalam
mewujudnyatakannya.
Hidup terpisah atau hidup bertapa, sudah
sejak awal disahkan dan diakui oleh Bapa-Bapa Kudus terutama dalam Gereja
Timur. Cara hidup semacam ini walaupun terpisah namun sama sekali tidak
menghambat kesatuan dalam Gereja. Keterpisahan hanya sebatas fisik atau jasmani
saja, sedangkan jiwa tetap bersatu dalam iman akan Kristus sebagai pemersatu.
Wewenang dalam Gereja Timur juga sangat berperan mengatur tata tertib hidup
dalam Gereja sejauh masih berjalan dalam kebenaran. Ajaran-ajaran yang bersifat
teologis dalam kedua Gereja ini memang memiliki perbedaan jika dikaji lebih
dalam, namun sebaiknya perbedaan ini jangan dijadikan sebagai suatu
pertentangan tetapi harus dianggap sebagai hal yang saling melengkapi.
Tradisi-tradisi dalam Gereja Timur
yang ada sejak duhulupun dikembangkan dan diungkap dalam hidup liturgi. Dalam
konsili ini sangat disyukuri karena Gereja mau memelihara dan menghayatinya
penuh kemurnian. Maka ditegaskan dalam konsili bahwa semua tradisi yang
diwariskan sejak dahulu wajib dimasukkan dalam kekatolikan dan keapostolikan
Gereja sepenuhnya. Bapa-bapa konsili ini juga berusaha memperbaharui apa yang
telah diputuskan dalam konsili-konsili terdahulu, sehingga beban yang tidak
perlu dengan sendirinya tersingkirkan. Konsili juga kembali menegaskan
persatuan dalam lembaga-lembaga Gereja terutama dalam doa dan dialog
antarsesama umat. Dan juga dalam pelayanan pastoral pada zaman yang semakin
mendesak dan membutuhkan keprihatinan Gereja. Para
pemimpin Gereja juga dianjurkan agar tetap menjalin hubungan dengan mereka yang
telah terpisah dari Timur agar Roh Cinta Kasih tetap tumbuh dalam diri mereka
dan juga dapat terlepas dari ikatan perselisihan dan persaingan. Dengan
demikian konsili sangat berharap agar jurang pemisah antara Gereja Timur dan
Barat bisa runtuh dan tercipalah suatu kesatuan di dalam Kristus sebagai batu
penjuru.
Gereja-Gereja Dan Persekutuan Kegerejaan
Yang Terpisah Di Barat
Gereja-gereja yang berada di Barat
sejak akhir abad pertengahan dan sesudahnya telah terpisah dari Takhta
Apostolik Roma. Salah satu alasan mereka memisahkan diri karena pada saat itu
Gereja berada adalam situasi yang boleh dikatakan gelap atau tak terarah. Akan
tetapi persekutuan-persekutuan ini sejak awal telah memiliki perbedaan baik
dengan Gereja Timur maupun antara mereka sendiri maka sangat sulit diungkapkan
atau dilukiskan keadaan dan situasi diantara mereka sendiri. Kendatipun gerakan
ekumene dan semangat perdamaian dengan Gereja belum berkembang di man-mana
namun sangat diharapkan agar lambat laun semanagt ini dapat bertumbuh dalam
diri setiap orang kristen.
Perlu diakui juga bahwa perbedaan yang
sangat besar terdapat antara
persekutuan-persekutuan ini dan Gereja katolik. Perbedaan ini sangat
jelas dalam cara bagaimana menafsirkan kebenaran dari Allah sendiri. Jadi perbedaan-perbedaan
yang ada bukan saja sebatas sejarah, sosiologis, psikologis dan hukum. Agar
dalam gerakan ekumene tidak terjadi pertentangan, perlu dicari cara yang dapat
menciptakan kedamaian dalam gerakan tersebut.
Hal yang pertama-tama dilihat adalah
pengakuan orang-orang kristen akan Kristus sebagai pengantara manusia denga
Allah. Diakui juga Allah yang Esa; yang terdiri dari Bapa, Putera dan Roh
Kudus. Sementara peranan Maria jelas memiliki perbedaan karena hanya Gereja
Timurlah yang sangat menghormati dan menghargai peranan Maria yang begitu besar
dalam kehidupan Gereja.
Persekutuan-persekutuan yang
memisahkan diri dari Gereja tidak begitu melihat peranan Maria sebagai Bunda
Tuhan. Namun mereka tetap percaya kepada Kristus sebagi penyelamat dosa manusia
sehingga mereka juga dituntut untuk memberikan kesaksian tentang iman mereka di
mana-mana.
Perasaan cinta dan hormat kepada Kitab
Suci mendorong persekutuan-persekutuan ini untuk membaca dan mempelajari
ayat-ayat Kitab Suci karena Kitab Suci dianggap sebagai “ kekuatan Allah yang dapat
menyelamatkan orang yang percaya kepadanya. Dalam mempelajari Kitab Suci,
mereka berusaha memohon bantuan Roh Kudus sehingga apa yang mereka pelajari
seolah-olah merupakan dialog langsung antara Allah dan manusia. Hal utama yang
mereka pelajari adalah kehidupan Kristus sampai pada sengsara, wafat dan
kebangkitan-Nya. Penafsiran dan pemahaman mereka tentang isi Kitab Suci juga
memiliki perbedaan dengan penafsiran dan pemahaman Gereja.
Permandian yang diterimakan kepada
masing-masing orang kristen mau menunjukkan suatu kelahiran baru. Di sini
manusia dipersatukan bersama Kristus dan dilahirkan kembali melalui darah-Nya
yang ditumpahkan bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Permandian juga
sebagai tanda kebangkitan baru bersama Kristus. Maka permandian merupakan
ikatan persatuan sakramental yang berlaku bagi semua orang yang dilahirkan
kembali oleh-Nya.
Melalui sakramen, orang diarahkan
pada pengakuan iamn yang utuh dan dihantar pada keselamatan sesuai kehendak
Kristus yang akhirnya digabungkan dalam Ekaristi. Mereka yang terpisah tidak
memiliki kesatuan penuh dengan kita dalam permandian. Alasannya adalah mereka
tidak utuh dalam Ekaristi dan juga tidak memiliki sakramen imamat. Walaupun
mereka juga mengaku bersatu dengan Kristus dalam perjamuan kudus yang
dikenangkan melalui wafat dan kebangkitannya sehingga kedatangan-Nya yang mulia
juga mereka nantikan.
Dengan mendengar Sabda Allah dan
oleh iman, kehidupan kristen saudara-saudari ini terpelihara dan berkembang.
Wujud nyata dari kehidupan ini dinyatakan lewat doa pribadi, renungan Kitab
Suci, hidup kekeluargaan sejati dan dalam ibadat bersama. Iman mereka akan
Kristus menghasilkan pujian dan syukur atas kebaikan Allah kepada mereka di
samping semangat cinta kasih mereka kepada sesama.
Sekalipun iman mereka tetap aktif,
namun tidak dapat mengatasi kemiskinan rohani dan jasmani serta menjadikan
keadaan hidup sosial menjadi lebih manusiawi dan memantapkan perdamaian di
mana-mana. Meskipun diantara mereka terdapat banyak orang yang tidak memahami Injil
dari segi moral dan tidak menerima penyelesaian masalah-masalah masa kini,
mereka juga ingin menghayati Sabda Kristus sebagai sumber keutamaan. Dan dari
sinilah penerapan ekumene di bidang moral dimulai.
Dalam konsili ini juga ditegaskan kepada
umat agar dapat menahan diri terhadap kecerobohan dan perbuatan yang tidak
bijaksana yang dapat merugikan kesatuan yang didambakan. Karena kegiatan
ekumene harus bersifat katolik dan jujur, setia pada kebenaran yang diterima
dari para rasul dan para Bapa Gereja yang disejajarkan dengan iman yang diakui
oleh Gereja.
Konsili juga berharap agar putera-puteri
Gereja maju bersama persekutuan-persekutuan yang terpisah tanpa menghambat
rahmat penyelenggaraan dan dorongan Roh Kudus di masa depan. Disadari juga
bahwa niat untuk mencapai kesatuan melampaui batas kemampuan manusia maka
sangat diharapkan doa Kristus untuk Gereja dalam cinta kasih denagn Bapa dan
kekuatan Roh Kudus.
BUKU II
SURAT KEPADA
SENIMAN-SENIWATI
Seniman,
Citra Allah Sang Pencipta
Tidak seorang pun dapat merasakan
secara lebih mendalam seperti apa yang dilihat oleh para seniman-seniwati.
Pencipta-pencipta kreatif ini memandang segala sesuatu dari karya ciptaan Allah
sendiri. Segala sesuatu yang dituangkan oleh para seniman-seniwati merupakan gema
dari apa yang mereka tangkap melalui indera mereka sendiri. Daya tengkap mereka
dapat berupa bunyi-bunyian, kata-kata, warna-warni dan bentuk-bentuk yang
kemudian dituangkan sesuai apa yang dirasakan atau dialami.
Dalam Kitab Kejadian, Allah dilihat
sebagai teladan bagi siapapun yang menghasilkan karya: perajin seni manusiawi
yang mencerminkan citra Allah sebagai Sang Pencipta. Perbedaan “Sang Pencipta”
dan “perajin seni”. Sang Pencipta mengadakan sesuatu dari ketiadaan sedangkan
perajin seni mengadakan sesuatu dari yang sudah ada. Ini merupaka ciri khas
manusia sebagai ciptaan Allah yang istimewa tetapi masih jauh dari
kesempurnaan. Dalam kisah penciptaan; setelah Allah menciptakan manusia sebagai
ciptaan terakhir, Dia memberi kepercayaan penuh kepada manusia untuk menguasai
segala macam ciptaan yang telah ada di bumi. Oleh karena itu Allah memanggil
manusia ke dalam eksistensinya sambil memberikan kepadanya tugas sebagai
perajin seni.
Allah memberikan pengetahuan kepada
manusia untuk mengembangkan kreativitasnya melalui akal budi yang telah
diberikan oleh Allah sendiri. Di sini
tampaklah suatu hubungan yang sangat dekat antara manusai dengan Allah sabagai
Sang Pencipta. Inilah alasan mengapa kaum seniman-seniwati, semakin menyadari
betapa berartinya “hadiah” dari Allah dan mereka dihantar untuk memandang diri
mereka bersama alam ciptaan melalui penglihatan. Dan juga mampu mensyukuri apa
yang telah mereka peroleh sebagai suatu panggilan dan misi dari hidup mereka.
Panggilan
Khusus Seniman-Seniwati
Kita tahu bahwa tidak semua orang
dipanggil untuk menjadi seniman atau seniwati dalam arti yang sebenarnya. Namun
jika dilihat dari Kitab Kejadian, semua orang dipercayai oleh Allah untuk
mengembangkan hidup mereka sendiri dalam arti menjadikan karya seni sebagai
sesuatu yang ulung. Kegiatan manusia dalam bidang seni dapat dilihat dari dua
aspek yang berbeda. Di lain sisi, manusia bertindak sebagai pelaku seni itu
sendiri dengan penuh tanggungjawab dengan nilai moralnya. Sementara di lain
sisi, manusia menjadi seniman atau seniwati dalam arti bahwa manusia mampu
menanggapi tuntutan-tuntutan kesenian dan mampu menerima tuntutan-tuntutan ini.
Itulah yang menjadikan seniman-seniwati mampu menghasilkan objek-objek namun
belum dapat mengatakan apa-apa tentang sifat moralnya. Walaupun ada perbedaan
mendasar antara moral dan artistik, namun keduanya sangat berhubungan erat satu
sama lain.
Dalam menghasilkan suatu karya seni,
para seniman mengungkapkan diri apa adanya melalui apa yang dihasilkan. Dalam
menciptakan karya yang ulung, seniman-seniwati tidak hanya memunculkan karya
mereka dalam keberadaan, tetapi dalam arti tertentu diri mereka ditampilkan
melalui karya itu sendiri. Bagi mereka seni menyajikan suatu dimensi baru dan
corak pengungkapan yang luar biasa bagi pertumbuhan rohani mereka. Apa yang
mereka lukiskan atau mereka gambarkan dalam karya mereka, merupakan salah satu
bentuk komunikasi dengan sesama secara tidak langsung. Maka sejarah kesenian
bukan hanya sekedar cerita-cerita belaka tetapi banyak unsur dan makna yang
terkandung di dalam karya seni itu sendiri.
Panggilan Kesenian Melayani Keindahan
Semua ciptaan oleh Allah, dilihat
oleh Allah sendiri sebagai segala sesuatu yang baik sekaligus indah.
Kedua hal ini pasti akan menimbulkan suatu refleksi baru tentang kesuburan.
Hidup manusia sangat berhubungan dengan keberadaan, kebenaran dan kebaikan.dalm
arti yang sebenarnya, keindahan merupakan panggilan, rahmat dan anugerah Tuhan
yang diberikan kepada seniman-seniwati. Ini merupakan bakat dan talenta yang
perlu dikembangkan dengan tujuan menghasilkan buah.
Mereka yang mendapat keilahian ini;
panggilan artistik sebagai penyair, pengarang, pemahat, arsitek, pemain musik,
pemain sandiwara dan sebagainya, berkewajiban tidak menghamburkan talenta itu.
Harus dikembangkan agar mengabdikannya kepada sesama dan umat manusia secara
keseluruhan.
Seniman-Seniwati dan Kepentingan Umum
Semua lapisan masyarakat pasti sangat
membutuhkan seniman-seniwati sebagaimana mereka mebutuhkan ahli-ajli dalam
bidang yang bukan seni. Masing-masing seniman-seniwati termotivasi untuk
memperkaya budaya dari daerah mereka sendiri sehingga jasa mereka dianggap
sebagai suatu pelayanan sosial bagi masyarakat demi kepentingan umum.
Panggilan hidup seperti ini
merupakan suatu bentuk pelayanan sekaligus tugas yang diemban dengan penuh
tanggungjawab. Mereka juga tentunya mengerti bahwa mereka harus berusaha dengan
susah payah tanpa membiarkan diri didorong oleh usaha meraih kemuliaan yang
hampa dan keserakahan yang murahan dan hanya mencari keuntungan diri saja.
Kesenian dan Misteri Sabda Menjadi Daging
Dalam hukum Perjanjian Lama sangat
ditegaskan tentang penyembahan akan Allah yang tak kelihatan melalui patung
pahatan ataupun patung tuangan. Namun setelah misteri penjelmaan hal ini menjadi
suatu tantangan bagi umat kristiani. Karena Allah yang dahulu tak kelihatan
kini menjadi nyata secara kasat mata. Dari misteri ini muncullah dorongan untuk
melihat keindahan terkandung dalam diri Dia yang menjadi manusia biasa. Dan
dari sinilah terpenuhi suatu dimensi baru tentang keindahan. Dalam Kitab Suci
banyak peristiwa dan kejadian yang diungkapkan atau digambarkan oleh para
pengarang dengan beberapa seni yang sangat mencolok di dalamnya.
Bab-bab ini sangat kaya akan iman dan
keindahan terutama mereka yang dengan sendirinya mengalami apa yang digambarkan
atau dilukiskan. Memang pada zaman itu tidak semua orang dapat membaca dan
menulis pewartaan yang didengar. Akan tetapi melalui karya-karya seni, mereka
dapat merefleksikan misteri yang tak terduga yang ada di dunia.
Perjanjian yang Subur antara Iman dan
Kesenian
Setiap intuisi artistik yang sejati
melampaui apa yang ditangkap oleh pancaindra dan mencapainya dalm kenyataan
sambil berusaha menafsirkan misterinya yang tersembunyi. Keindahan yang tercermin
dalam perasaan intensif seniman-seniwati, mendorong mereka untuk
mengungkapkannya dalam kreatifitas mereka berupa lukisan dan pahatan yang
dipancarkan lewat penglihatan jiwa mereka. Mereka yang beriman tak dapat
menemukan sesuatu yang asing dalam hal ini. Mereka tahu bahwa mereka telah
menangkap cahaya yang terpancar dari Allah sendiri. Kalau kenyataan terdalam banyak hal selalu
melampaui daya tangkap manusia, maka betapa unggullah Allah dalam misteri yang
tak terduga. Dalam spiritualitas Timur, Kristus dilukiskan sebagai Keindahan
yang amat luhur.
Tiap bentuk kesenian sejati dengan caranya
sendiri merupakan jalan untuk memasuki kenyataan batin manusia dan dunia. Oleh
karena itu, pendekatan yang sepenuhnya berlaku bagi alam iman yang memberi
makna bagi pengalaman manusiawi. Itulah sebabnya mengapa Injil sejak awal mula
wajib membangunkan minat dan perhatian seniman-seniwati dan waspada terhadap
setiap penampakan keindahan batin segala sesuatu.
Asal Mula
Kesenian yang pertama dijumpai oleh para
seniman-seniwati merupakan buah dari dunia klasik dengan prinsip-prinsip
estetis yang bernilai. Dalmbidang kesenian, iman mewajibkan umat kristiani
untuk membeda-bedakan dan menilai dan tidak diperbolehkan suatu sikap
penerimaan yang tidak kritis tentang hal itu.
Oleh karena itu kesenian inspirasi
Kristiani mulai dalam nada lebih rendah, terikat ketat pada keperluan bagi umat
beriman untuk menciptakan secara cermata lambang-lambang berdasarkan Kitab
Suci, guna mengungkapkan misteri-misteri iman maupun kode-kode perlambangan.
Dengan demikian mereka dapat
mengidentikkan diri mereka, khususnya dalam misteri penganiayaan serba sulit.
Lambang-lambang seperti; ikan, roti dan gembalaan atau domba merupakan
jejak-jejak pertama kesenian.
Pada saat kaisar Konstantinus mengijinkan
umata kristiani menyatakan diri dalam kebebasan yang sepenuhnya, kesenian
menjadi upaya yang sangat istimewa sebagai ungkapan iman. Bangunan-bangunan
beberapa basilika yang agung dan megah mulai tampil ke muka dan di situ
hukum-hukum marsitektur dunia yang kafir ditampakkan lagi dan sekaligus
dimodifikasi. Alasannya adalah unutk memenuhi tuntutan-tuntutan bentuk baru
ibadat.
Sementara para arsitek merancang
bangun-ruang ibadat, tahap demi tahap keperluan untuk berkontemplasi dan untuk
menyajikannya secara jelas dan tegas kapada umat sederhana, mengantar mereka
kepada lukisan dan pahatan bentuk-bentuk awal. Di sana muncul juga unsur-unsur
kesenian pertama dalam kata dan suara.
Beberapa tokoh penting dalam sejarah
gereja awal juga mengembangkan puisi kristiani yang bermutu tinggi bukan saja
hanya sebagai teologi tetapi sebagai satra. Karya puisi mereka sangat positif
dalam menilai bentuk-bentuk yang merupakan warisan dari pengarang-pengarang
klasik. Antifon-antifon dalam mazmur ibadat juga merupakan landasan bagi
perkembangan yang selaras dengan seni musik kudus yang paling asli.
Lagu-lagu atau nyanyian-nyanyian gregorian
beserta modulasi-modulasi dari abad ke abad harus menjadi seni musik iman
Gereja dalam perayaan liturgi misteri-misteri kudus. Dengan demikian, yang
“indah” berpadu dengan yang “benar” sehingga melalui kesenian pun jiwa-jiwa
dapat diangkat dari alam rasa-perasaan kepada alam abadi.
Pada abad-abad pertama muncullah
perdebatan sengit dalam Gereja yang dalam sejarah disebut sebagai “krisis
ikonoklasme”. Alasan
perdebatan-perdebatan ini disebabkan oleh adanya gambar-gambar kudus
atau lukisan-lukisan berupa wajah atau gambar Yesus dan Maria yang diangga
sebagai suatu penyembahan kepada gambar semata.
Namun dalam sebuah konsili
diputuskan atau ditetapkan bahwa benda-benda yang berupa lukisan-lukisan atau
hasil karya seni semacam ini serta penghormatannya dianggap sebagai peristiwa
sejarah bukan hanya sekedar bagi iman saja bahkan kebudayaan sendiri.
Untuk mengatasi perdebatan ini, uskup
mencoba mengajak para haidirin untuk bersama-sama melihat misteri penjelmaan
Sabda. Dalam peristiwa ini, Allah telah datang ke dunia secara jelas, nyata dan
lelihatan. Peranan dalam kehadiran Sabda yang menjadi daging ini, Ia bertindak
sebagai perantar atau jembatan yang menjembatani yang kelihatan dan yang tidak
kelihatan. Maka menurut analogi, penyajian misteri dapat digunakan dalam logika
berupa lambang-lambang dan sebagai tanda pengundang rasa-perasaan akan misteri
itu sendiri. Ikon yang dihormati bukan
sekedar karena lukisan itu semata-mata tetapi mau menunjukkan apa yang
disajikan dibalik itu semua.
Abad Pertengahan
Pada abad-abad sesudah itu, banyak
disajikan perkembangan kesenian kristiani yang amat besar. Di Timur, kesenian
berupa ikon tetap berkembang dengan mematuhi norma-norma teologis dan estetis
yang bermakna dan juga didukung oleh keyakinan bahwa dalam arti tertentu ikon itu dianggap sebagai sakramen.
Apabila ditinjau sacara analog
dengan yang berlangsung dalam sakramen, ikon menghadirkan misteri Inkarnasi
dalam salah satu aspeknya. Inilah alasannya mengap ikon sangat dihargai dan
dihormati dalam Gereja dan oleh Gereja.
Para seniman-seniwati di Barat mulai
dari sudut pandang yang sangat berlainan, tergantung pada keyakinan-keyakinan
alam masa mereka yang melandasi kesenian.
Pusaka artistik yang dibangun dari zaman ke zaman merangkum secara luas
karya-karya kudus yang penuh inspirasi hingga sekarang pun masih ada
saksi-saksi yang selalu dipenuhi dengan rasa kagum rasa kagum. Kekaguman ini
pertama-tama karena, adanya bangunan-bangunan ibadat yang megah. Dari padanya
muncullah berbagai corak yang banyak terkenal dalam sejarah kesenian.
Kekuatan dan kesederhanaan corak Romaneska
terungkap dalam pelbagai katedral dan vihara-vihara, lambat-laun berkembang
menjulang tinggi ke arah corak Gotik dengan penuh kegemilangan. Bentuk-bentuk
ini tidak hanya menggambarkan bakat istimewa seorang seniman-seniwati tetapi
merupaka jiwa rakyat. Suatu kebudayaan yang utuh kendatipun disertai denga batas-bats
yang tak terelakkan pada segala sesuatu yang bersifat manusiawi, telah diresapi
dengan Injil. Pada saat teologi menghasilkan “summa” St. Thomas, kesenian
Gereja mencetak bahan menurut cara, yang mengantar umat pada sembah sujud
kepada misteri. Selain itu, penyair yang mengagumkan dapat menyusun puisi kudus
bagi surga dan dunia, telah mengarahkan tangan mereka seperti seorang
seniman-seniwati melukiskannya dalam Komedi
Ilahi.
Humanisme dan Renaissance
Iklim budaya pendukung, yang
manghasilkan kesuburan artistik yang istimewa; Humanisme dan Renaissance,
memiliki pengaruh yang relevan juga atas cara kaum seniman-seniwati periode itu
mendekati tema religius. Tentu saja inspirasi mereka, seperti gaya mereka yang
berbeda, setidak-tidaknya ada yang terbaik diantara mereka.
Para seniman-seniwati dapat menunjukkan
kelimpahan dan kemewahan bakat istimewa yang sering kali dibebani oleh
kedalaman rohani yang agung. Seorang seniman yang terkenal dalam seni suara
dapat membentangkan suatu drama dan misteri dunia dari Penciptaan samapai
Peradilan yang Terakhir. Dan juga sambil menampilkan wajah Allah Bapa, Kristus
Sang Hakim, dan manusia dalam perjalanan hidupnya yang penuh dengan banyak
tantangan, susah dan derita.
Dalam karya senia yang lain,
seniman-seniwati mau menunjukkan persekutuan Gereja yang suka menyambut siapa
saja secara universal; Bunda Gereja sebagai pendamping perjalanan semua orang
dalam usaha mereka mencari Allah. Hal istimewa ini merupakan ungkapan yang
jelas sekali nampak kuat bagi kesenian kudus yang menjulang tinggi dengan
menampilkan keunggulan estetis yang tidak akan lenyap. Justru semakin menandai
kesenian kudus atas dorongan Humanisme dan Renaissance. Arus-arus budaya yang
berlanjut ialah perhatian yang meningkat terhadap apapun yang manusiawi di
dunia dan dalam sejarah.
Menuju Dialog yang Dibaharui
Pada zaman modern, selain Humanisme
kristiani yang tetap mengahsilkan karya-karya kebudayaan dan kesenian yang
relevan, ada pula corak humanisme lain yang diwarnai oleh ketidakhadiran Allah
dan sering berlawanan dangan Allah, lambat-laun telah menegaskan diri.
Terkadang suasana itu mengakibatkan
pemisahan antara dunia kesenian dan dunia iman dan pada akhirnya bisa terjadi
pemerosotan minat dan perhatian dari seniman-seniwati terhadap tema-tema
religius.
Namun tiada hentinya Gereja
memantapkan penghargaan yang besar terhadap nilai itu sendiri. Bahkan melampaui
ungkapan-ungkapan religiusnya yang khas, kesenian yang sesungguhnya mempunyai
kedekatan yang erat dengan dunia iman dalam situasi tertentu, kebudayaan dan
Gereja saling berjauhan. Akan tetapi kesenian semacam menjadi jembatan ke arah
pengalaman religius.
Oleh karena itu sanagt jelas mengapa
Gereja sanangat peduli akan dialog dengan kesenian. Di samping itu juga
diupayakan agar pada masa sekarang ada suatupersekutuan yang baru dengan para
seniman-seniwati. Sehingga dalm kerjasamanya Gereja sangat mengharapkan
“penampakan” keindahan yang dibaharui di zaman ini, lagipula jawaban-jawaban
yang sesuai dengan keperluan-keperluan yang khas dalam persekutuan kristiani.
Dalam Semangat Konsili Vatikan II
Konsili Vatikan II meletakkan dasar yang
dibaharui antara Gereja dan kebudayaan disertai dengan implikasi-implikasi yang
langsung bagi dunia kesenian.. inilah hubungan yang ditawarkan dalam persahabatan,
sikapm terbuka dan dialog. Dalam Kontitusi Pastoral “Gaudium et Spes” para
bapa konsili menekankan relevansi yang besar pada kesusastraan dan kesenian
dalam hidup manusia.
Keduanya baerusaha kodrad manusia
yang khas dalam persoalannya maupun pengalamannya dalam upaya mengenal serta
menyempurnakan dirinya maupun dunia. Keduanya mencoba menyingkapkan situasi
manusia dalam sejarah dan di seluruh dunia dengan menggambarkan duka-derita
maupun kegembiraannya. Selain itu juga kebutuhan-kebutuhan maupun daya
kekuatannya serta membayangkan kondisi hidup manusia yang lebih baik.
Berdasarkan hal ini, para bapa konsili menyampaikan salam sejahtera dan
menyerukan kepada seniman-seniwati bahwa dunia tempat kediaman manusia sangat
membutuhkan keindahan agar jangan tenggelam dalam keputusasaan.
Keindahan seperti kebenaran, membawa
kegembiraan kepada hati manusia dan merupakan buah yang amat berharga yang
tahan menghadapi erosi masa. Buah ini menyatukan angkatan-angkatan dan
memampukan meraka bersatu dalam kekaguman.
Para seniman-seniwati juga bertindak
sebagai pengemban “pelayanan yang luhur”, bila dalam arti tertentu karya-karya
mereka mencerminkan keindahan Allah yang tidak ada batasnya dan mengangkat budi
dan hati rakyat kepada-Nya. Berkat seniman-seniwati pula kemuliaan Allah tampil
sebagai suatu hal yang sangat cemerlang dan pewartaan Injil makin jelas bagi
daya tangkap manusia. Karya ahli sejarah teologi juga kiranya tidak lengkap
jika ia tidak memberikan perhatian yang semestinya kepada karya seni karena di
sini bukan hanya terkandung penampilan-penampilan estetis saja tetapi juga
sumber-sumber teologi yang sesungguhnya.
Gereja Memerlukan Kesenian
Gereja sangat membutuhkan kesenian
dalam menyampaikan amanat yang dipercayakan oleh Kristus kepadanya. Kesenian
harus memungkinkan dapat ditangkap dan sedapat mungkin mempunyai daya tarik,
dunia roh, dunia yang tidak dapat dilihat dan kenyataan Allah sendiri. Oleh
karena itu, kesenian harus menerjemahkan ke dalam istilah-istilah yang penuh
makna kenyataan yang dalam dirinya tidak dapat dikatakan.
Kesenian mempunyai kecakapan yang
unik, mengangkat salah satu aspek amanat dan menerjemahkannya ke dalam
warna-warni, bentuk-bentuk dan suara-suara, yang memperkaya intuisi merek yang
memandang atau mendengarkan. Gereja secara khas memerlukan seniman-seniwati
dalam berkarya pada tingkat sastra, seraya menggunakan kemungkinan-kemungkinan
gambar-gambar yang tiada habisnya serta kekuatan simbolis dari itu semua.
Gereja juga membutuhkan para ahli
musik juga karena betapa banyak karya
Roh Kudus telah dikomposisi dari abad ke abad oleh tokoh-tokoh yang penuh
citarasa misteri itu. Lagu-lagu dan mazmur-mazmur yang sangat merdu juga penuh
keindahan sebagai suatu seni yang menghantar para pengguna menuju ibadat yang
sunnguh layak bagi Allah. Selain itu, Gereja sangat membutuhkan para
arsitektur, sebab butuh juga tempat-tempat atau ruang-ruang untuk menghimpun
umut kristiani demi merayakan misteri-misteri keselamatan. Sesudah kehancuran
yang dahsyat pada Perang Dunia terakhir dan berkembangnya banyak kota, angkatan
para perancang bangunan-bangunan tampil cakap dalam menanggapi
tuntutan-tuntutan ibadat kristiani, serta meneguhkan bahwa tema religius masih
dapat mengilhami perancang arsitektur sakarang ini. Maka tidak jarang para
arsitek membngun gereja-gereja serta tempat-tempat doa lainnya dengan baik
dengan karya-karya seni mereka yang sejati.
Benarkah Kesenian Memerlukan Gereja ?
Dalam penjelasan di atas dijelaskan
secara singkat bagaimana Gereja sangat membutuhkan kesenian. Namun dari situlah
muncul suatu pertanyaan baru apakah benar jika dikatakan bahwa kesenian
membutuhkan Gereja? Para seniman-seniwati terus-menerus mencari makna
tersembunyi dari berbagai macam hal dengan jerih-payah merek. Tujuannya yaitu
agar merek dapat berhasil mengungkapkan dunia yang tak dapat diungkapkan.
Dengan demikian, betapa banyaknya sumber inspirasi yang merek korbankan yakni
agama.
Fakta mengungkapkan bahwa tema
religius termasuk hal yang paling sering dibahas oleh seniman-seniwati setiap masa.
Gereja selalu mempunyai daya tarik terhadap kekuatan-kekuatan kreatif merek
dalam menafsirkan amanat injil dan menegaskan penerapannya yang saksama dalm
hidup persekutuan kristiani. Akhirnya merupakan berkat yang besar untuk
mengerti makna manusia serta citra da keotentikkannya. Inkarnasi Sabda Allah
dan hidup kristiani menyajikan kepada seniman-seniwati ckrawala yang khas kaya
dalam insprirasi. Betapa miskinnya senu jika meninggalkan tambang Injil yang
tak dapat dihabiskan.
Seruan kepada Seniman-Seniwati
Dalam suratnya, paus menyapa para
seniman-seniwati dunia dengan maksud untuk menyatak penghargaannya kepada
mereka. Karena mereka telah membantu mengkonsolidasikan kemitraan yang lebih
konstriktif antara kesenian dan Gereja. Beliau mengajak agar mereka kembali
menemukan kedalaman dimensi rohani dan religius, secara khusus pada kesenian
dalam bentuk-bentuk yang paling luhur di setiap masa.
Maksudnya adalah mau menyerukan Sabda yang
tertulis maupun lisan kepada seniman-seniwati. Inti seruannya adalah bahwa
melampaui pertimbangan-pertimbangan fungsional; kemitraan yang erat telah
berlangsung antara Injil dan kesenian berarti: para seniman-seniwati diajak
untuk menggunkan inuisi yang kreatif, guna mamasuki jantung misteri Allah yang
Berinkarnasi, sekaligus memasuki misteri manusia.
Dalam arti tertentu orang-orang tidak
mengenali diri. Yesu Kristus tidak hanya mewahyukan Allah. Tetapi sepenuhnya
mewahyukan manusia kepada manusia. Semua orang dipanggil untuk memeri kesaksian
namun yang menentukan adalh pria maupun wanita yang telah membaktikan hidup
kepada kesenian untuk menyatakan segala kepiawaiannya bahwa dalam Kristus dunia
telah ditebus. Alam ciptaan sangat mambutuhkan pewahyuan anak-anak Allah
melalui kesenian dan dalam kesenian dan itulah tugas bagi para
seniman-seniwati.
Roh Pencipta dan Inspirasi Artistik
Hal ini sangat berkaitan erat dengan Roh
Allah yang ada sebelum dunia dijadikan. Roh merupakan pelaksana Seni misterius
bagi alam semesta. Para seniman-seniwati diharapkan dapat menerima kurnia dan
inspirasi kreatif yakni titik tolak setiap karya seni yang sejati.
Hendaknya mereka dapat mengerti juga bahwa
dorongan yang datang dari luar maupun dari dalam dapat mengilhami bakat mereka.
Roh juga turut campur tangan dalam menggerakkan para seniman-seniwati terutama
berupa nafas, kekuatan, semangat, kemampuan dan sebagainya. Tanpa Roh, para
seniaman seniwayi pasti tidak akan berbuat apa-apa. Maka sangat tepat dikatakan
bahwa pada saat-saat tertentu, manusia dapat mengalami rahmat yang dapat melampaui
segala kemampuannya.
Keindahan yang Menyelamatkan
Harapan bagi seniman-seniwati ialah
agar mereka dapat memperoleh pengalaman khas intensif akan inspirasi yang
kreatif. Diharapkan juga keindahan-keindahan yang mereka salurkan kepada
angkatan-angkatan yang akan datang menimbulkan rasa kgum yang begitu besar
dalam diri para penerus. Keindahan merupakan kunci untuk memasuki misteri dan
panggilan ke arah yang adisemesta.
Keindahan mengajak untuk menikmati
hidup dan memimpikan masa depan. Itulah sebabnya mengapa keindahan hal-hal yang
diciptakan tidak pernah memuaskan sepenuhnya. Maka batapa pentingnya keindahan
yang diciptakan oleh Allah dan juga yang dikaruniakan kepada manusia untuk
mengembangkan apa yang telah ada menjadi indah berkat karya dan hasil dari
karya seni itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar