Minggu, 25 Maret 2012

Renungan


Refleksi

Dari Kita, Untuk Kita dan Bagi Kita


Buanglah sampah pada tempatnya! Jagalah kebersihan! Dilarang membuang puntung rokok! Hutan lindung!
Kalimat-kalimat ini bukanlah sesuatu yang baru dan asing bagi kita. Pada saat berjumpa dengan kalimat-kalimat seperti ini pada daerah-daerah tertentu, apakah muncul pertanyaan dalam diri kita apa arti kalimat tersebut? Mungkin! Tidak semua orang dapat berpikir tentang itu bahkan bisa jadi pura-pura tidak melihat. Ini merupakan suatu kebiasaan yang sangat jelek yang sebaiknya tidak perlu ditiru atau diikuti. Mungkin jika ditanya; mengapa anda membuang sampah di sini atau mengapa merusak ini dan itu? Jawaban yang kita dapat adalah “maaf aku lupa atau maaf aku nggak tau.”
Barang-barang kecil seperti plastik, kertas dan tissue gampang dibawa ke mana saja demi kebutuhan kita dan menjadi sangat gampang untuk dibuang ke mana saja sesuka hati. Dewasa ini di mana-mana orang membutuhkan kertas dan tissue untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok terutama di kantor, perusahaan besar, tempat study, tempat-tempat umum bahkan di rumah-rumah. Secarik kertas dan selembar tissue mungkin sangat kita sepelehkan jika dilihat dari bentuknya. Anggapan-anggapan semacam ini sering menenggelamkan kita dalam penggunaan yang salah. Entah sadar atau tidak terkadang sering kali terjadi pemborosan kertas dan tissue.  Kita sering membuang kertas atau tissue tidak pada tempatnya. Kita tidak menyadari apa efek perbuatan kita dan akan mengakibatka apa? Seharusnya kita tahu bahwa kertas dan tissue yang dibuang sembarangan akan merusak pemandangan dan merusak lingkungan.
Apabila kita perhatikan di sungai-sungai ataupun saluran-saluran air, di mana terdapat tumpukan kertas atau plastik, di situ akan terjadi genangan air. Semakin tebal tumpukan sampahnya, semakin beresiko juga bahaya atau bencana yang akan terjadi terutama pada musim hujan. Padahal jika sampah dibuang pada tempatnya, mungkin akan diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak lingkungan dan bisa jadi dipungut dan diolah kembali menjadi sesuatu yang baru dan berguna bagi kita.
Pernahkah sejauh ini kita tergelitik dan bertanya, dari manakah pengolahan kertas dan tissue yang sering kita gunakan sesuka hati? Pernahkah kita mencoba menghubungkan kertas dan tissue yang kita gunakan dengan lingkungan hidup kita? Dari sekian banyak penduduk di Indonesia mungkin tidak banyak di antara kita yang mengetahui bahwa dalam satu rim kertas dan satu kotak tissue, dibutuhkan minimal sebatang pohon untuk ditebang dan diolah. Sementara untuk menumbuhkan sebatang pohon agar diolah menjadi kertas, tissue dan keperluan lain, membutuhkan proses dan jangka waktu yang relatif lama. Seandainya setiap tahun konsumsi kertas semakin meningkat? Dapat kita bayangkan berapa banyak pohon yang ditebang untuk menyokong permintaan pasar di negara tercinta kita. Wow… jumlah pohon yang ditebang pasti menunjukkan angka yang fantastis bila dibandingkan dengan jumlah pohon yang siap ditebang untuk keperluan tersebut. Sadarkah kita bahwa semakin banyak pohon ditebang, bencana akan semakin merajalela?
Terkadang bisa saja muncul pola pikir yang dapat terungkap lewat kata-kata jika ada saran dari orang lain mengenai cara kita menggunakan kertas yang boros atau membuang-buang kertas sesuka hati. Misalnya; “ peduli amat sih dengan lingkungan, toh nggak ada hubungannya dengan aku! Tak ada gunanya itu!” atau sering terujar “ lho, itu bukan urusanku, itu urusan mereka! Aku kan masih bisa beli kertas lagi kalau habis! Pake aja, habis beli lagi! Suka-suka aku dong!” dan sederet kata-kata mutiara ketidakpedulian kita terhadap lingkungan kita. Secara implisit kita mendukung akan terjadinya bencana alam dan pencemaran di lingkungan kita.
Di sisi lain tentunya kita bangga memiliki tanah air yang subur dan kaya akan sumber daya alam. Jika dikaji lebih dalam, sangat disayangkan karena kebanggaan ini mengundang keprihatinan mendalam. Mengapa? Sebab kekayaan alam dan kesuburan tanah tidak sebanding dengan tanggung-jawab yang kita miliki sekarang ini. Kerusakan hutan dan lahan yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti pertanian, perladangan, penebangan pohon secara ilegal dan kebakaran hutan yang terus terjadi setiap tahun, mendatangkan ancaman yang hebat bagi kita. Hutan dibabat dan ditebang guna menyokong berbagai barang komoditi yang diolah dan dipasarkan termasuk kertas dan tissue.
Dengan demikian, luas kawasan hutan akan semakin menyusut dengan cepat dan sangat mengkhawatirkan kalangan tertentu tanpa kita sadari. Pemanasan global akan semakin meningkat. Apa yang akan terjadi? Bencana semakin mengancam. Apakah kita akan berkata bahwa Tuhan tidak adil? Tidak mungkin! Menurut Kisah Penciptaan, setiap kali Allah selesai menciptakan sesuatu, selalu dikatakan bahwa Allah melihat semuanya itu “baik” adanya. Dalam Kitab Kejadian Allah berkata kepada manusia…”Aku memberikan kepadamu segala tumbuhan yang berbiji di seluruh dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu”. Tampak secara jelas bahwa sejak awal Allah telah memberikan kepercayaan dan kebebasan kepada manusia tak terkecuali kita juga untuk menikmati, mengolah dan memelihara semua ciptaan Allah yang ada di bumi ini. Namun kita yang salah menggunakan kepercayaan yang diberikan Allah kepada kita. Oleh karena itu jika kita renungkan, penyebab utama kerusakan lingkungan adalah dari kita sendiri yang membuatnya, dan apa yang kita perbuat adalah untuk kepentingan kita sendiri, dan jika apa yang kita perbuat melampaui batas kewajaran, maka akan mendatangkan bencana bagi kita sendiri.      


Penulis: Werenfridus Taseseb