Selasa, 21 Februari 2012

KItab Suci (oleh; Weren Taseseb)


Bahan:
Kitab Keluaran Bab 15-17


I. Pengantar
         Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dikisahkan tentang perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan yang merupakan Tanah Terjanji yang dikenal hingga kini. Perjalanan ini memakan waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan bangsa Israel banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi namun berkat bantuan dan bimbingan Tuhan merekapun sampai pada tempat yang ditunjukkan Tuhan bagi mereka. Adapun tempat-tempat penting pada masa itu yang perlu diperhatikan dan dilihat sebagai tempat-tempat yang bersejarah. Di bawah ini, hanya beberapa tempat penting dalam Kitab Keluaran bab 15-17  yang kami jelaskan.   

II. Nama beberapa tempat dalam Kel. 15-17
2.1  Laut Teberau (Laut Merah)
         Dalam geografi moderen Laut Teberau adalah laut yang memisahkan Afrika-Timur Laut dari Arabia yang membentang kira-kira 1.900 Km dari selat Bab el-Manded dekat aden ke utara sampai pada ujung selatan Jazirah Sinai. Kira-kira 300 Km lagi, ke arah teluk Suez dan teluk Akaba yang menyambung laut itu ke utara pada tepi barat dan timur Jazirah Sinai. Pada zaman purba klasik disebut dengan nama Laut Merah (erythra thalassa) yang meliputi juga Laut Arab dan Laut India sampai pada pantai barat laut India.[1]






         Nama Laut Merah disebabkan oleh batu-batuan merah yang berada di sekitar daerah yang berbatasan dengan laut ini. Dalam Perjanjian Lama disebut dengan istilah yamsuf , Laut Teberau, (atau rumput-rumputan) yang dipakai untuk mencakupi daerah Danau Pahit di Delta Mesir di sebelah utara Suez sepanjang garis terusan Suez sekarang. Teluk Suez dan teluk Akaba mungkin juga merupakan Laut Teberau atau Laut Merah yang sebenarnya.
         Dalam Kitab Suci dilukiskan tentang Laut Teberau atau Laut Merah khususnya dalam Kitab Keluaran 14:15-30, yang diceriterakan secara mujizat melalui perantaraan Musa, Allah membelah Laut Merah Atau Laut Teberau sehingga orang Israel berjalan melalui tanah yang kering dan di tempat ini pula bala tentara Mesir ditenggelamkan oleh Allah bersama kuda dan kereta mereka.[2]

2.2  Tanah Filistin (Orang Filistin) [3]
         Nama orang Filistin diambil dari nama suatu tempat yang ada di tanah Palestina. Namun, masih belum ada keterangan yang jelas mengenai arti nama itu. Asal-usul mereka berasal dari Russia Selatan dan mereka juga dijuluki sebagai bangsa Pelaut. Dalam pengembaraan mereka mula-mula bergerak menuju Asia Kecil sebelah tenggara. Sekitar tahun 1180 SM mereka dikalahkan oleh Ramses III. Kemudian mereka  mulai mendiami daerah datar wilayah pantai barat bagian selatan Palestina yang terdiri dari lima kota yakni: Ekron, Ashdod, Askelon, Gaza, dan Gat.
         Menjelang akhir zaman para hakim mereka mengalahkan bangsa Israel dan menghancurkan kerajaan Saul (1Sam 4:1-12; 13;  14;1-31). Ketika zaman Daud, Ia berhasil membatasi pergerakan orang Filistin di pusat daerah mereka. Pada akhir abad kedelapan selangkah-demi selangkah mereka kehilangan kemerdekaan mereka terlebih pada tahun 333 s.M Iskandar Agung mengepung Gaza. Mengenai kebudayaan mereka terkenal dengan golok, tombak dan perisai bulat termasuk perlengkapan perang, mereka juga sangat membenci orang Yahudi.


2.3  Edom[4]
         Daerah ini terbentang dari Wadi Zered sampai ke teluk Akaba kira-kira 160 km, luasnya kearah kedua sisi Araba atau Padang Gurun Edom (2 Raj 3:8,20). Daerah ini terdapat lembah yang  luas yang menghubungkan Laut Mati dengan Laut Merah (Kej 14:6: Ul 2:1,12; Yos:15:1; Hak 11:17-18 ; 1Raj 9:26). Daerah ini berbukit-bukit Ebga puncaknya mencapai ketinggian hingga 1.607 m. kendatipun daerah ini bukan termasuk daerah yang subur, tetapi ada juga lahan yang baik untuk dijadikan sebagai lahan pertanian (Bil 20:17,19).
         Pada zaman Akitab jalan raya raja dibangun melalui dataran-dataran tinggi di bagian timur (Bil 20:14-18). Sela merupakan ibu kota Edom yang berada di dataran tinggi keci dekat Petra (*Sela). Tanah Edom juga merupakam tempat tinggal dari suku Esau (Kej 36:1-17).
                                                                                        
2.4  Moab (Orang Moab) [5]
         Sebuah suku yang masih mempunyai hubungan darah dengan suku-suku Israel (bdk. Kej 19:30-37). Nama ini berasal dari Moab(Mo”av) putra Lot hasil perkawinan sumbangnya dengan putri kandungnya yang tertua (Kej 19:37). Baik keturunannya maupun negeri itu dikenal dengan Moab dan bangsanya juga disebut Moab. Pada mulanya mereka adalah sebuah suku pengembara. Sekitar abad 13 sebelum Masehi mereka menetep di daerah sebelah timur sungai Yordan, pada dataran tinggi yang subur antara Laut Mati, padang gurun Siro-Arab, dan sungai Aman (bdk: 1sam 22:3-4; Rut 1:1-2). Selama beberapa waktu mereka mengadakan perluasan wilayah ke sebelah utara Arnon (Bil 21:26-30;32) atau ke barat sampai ke Yeriko (Hak 3:12-30).
         Pada zaman pra-keluaran, Moab telah dihuni dan terdiri dari beberapa desa sampai kira-kira tahun 185 s.M. Moab merupakan sebuah kerajaan yang terorganisir secara rapi, memiliki lahan pertanian dan peternakan yang baik. Memiliki bangunan yang indah, keramik yang khas dan pertahanan militer yang kuat berupa benteng-benteng kecil yang dibangun secara strategis di sekeliling perbatsannya. Ketika jumlah orang Moab melebihi daya tampung wilayah dataran tinggi milik mereka, akhirnya mereka berperang untuk menduduki daerah-daerah sebelah utara Arnon dan menghancurkan penduduk aslinya (UL 2:10-11,19-21; bdk Kej 14:5). Daerah ini lalu dibagi dengan saudara dekatnya orang Amon.
         Tetapi menjelang keluaran, tanah-tanah di sebelah utara Arnon direbut oleh Sihon raja orang Amori. Ketika dalam perjalanan menuju Tanah Kanaan bangsa Israel meminta izin agar diperbolehkan berjalan melalui jalan raya kota ini (Ul 2:27), namun Moab menolak (Hak 11:17). Pada zaman Saul kerap terjadi peperangan antara bangsa Israel dan orang Moab (1Sam 8:12), tetapi mereka kemudian dikalahkan oleh bangsa Israel pada zaman Daud (2Raj 3:4-27).
         Pada abab 9 SM mereka mampu mengalahkan bangsa Israel dan menindas bangsa Israel selama 18 tahun hal inilah yang menjadi alasan para nabi untuk mengadakan ancaman hukuman melawan orang Moab (Yes 15; Yer 48; Yeh 25:8-11). Mereka juga menganut agama politeistis dengan dewa utama mereka adalah Kemos. Beberapa waktu kemudian orang Moab dikalahkan oleh bangsa Asyur dan akhirnya mereka digabungkan pada kerajan milik bangsa Nabati. Berdasarkan alasan-alasan inilah yang membuat orang Moab dikucilkan dan tidak diperkenankan menjadi anggota umat Israel.[6]
2.5  Tanah Kanaan
         Kanaan merupakan sebutan biblik bagi tanah “terjanji” yang dikalahkan atau direbut oleh bangsa Israel. Tanah Kanaan terletak mulai dari pantai Siria sampai sekitar lembah Yordan. Keterangan mengenai nama ini belum jelas, ada yang menyebutnya dengan nama: Tanah yang rendah, tanah  terbenamnya matahari, tanah bulu domba yang merah yang dalam bahasa Akadis disebut Kinahu dan dalam bahasa Yunani disebut Phoiniks atau yang disebut juga tanah para pedagang. Sebutan orang-orang Kanaan kemudian diambil alih oleh orang Israel untuk menyebutkan bangsa di situ tanpa adanya pembedaan (Kel 15:15; Mzm 135:11; Zef 1:11). Meskipun demikian mereka tetap mengetahui adanya perbedaan ethnologis ( Kel 3:8.17; 13:5; Hak:5). [7]
2.6  Mesir [8]
   Di antara nama Mesir yang paling umum idalah: Kmt(kemyt) yang artinya tanah atau negeri hitam yang merujuk pada tanah subur dan hitam. T’wy (tawy) berarti: Tanah atau negeri kembar yang merujuk pada Lembah Mesir Hulu dan Delta Mesir Hilir, dan T-Mr’I (To-meri) yang berarti Mesir dan arti harafiahnya yang tepat belum pasti. Sedangkam dalam bahasa Yunani untuk Mesir disebut: Mitsrayim.
           Negeri Mesir dalam arti politik sebagai negeri yang berbentuk persegi empat, yang membentang dari Pantai Laut Tengah Afrika di utara sampai ke garis 22 derajat  bujur timur(atau kira-kira 1000 Km dari utara Ke selatan), dan dari Laut Merah di sebelah timur sampai ke garis 25 derajat lintang timur di barat dengan luas kira-kira 868.950 Km persegi. Tetapi dari keseluruhan daerah ini, 96% merupakan padang gurun dan hanya 4% tanah yang dapat dibudidayakan. Dan 99% dari penduduk Mesir tinggal di daerah yang 4% ini.
           Mesir sebenarnya adalah tanah muara sungai Nil, yang dalam ungkapan Herodotus sering disebut hadiah sungai Nil. Mesir terletak dilajur gurun pasir yang beriklim sedang dengan hawa panas dan hampir tidak ada hujan. Maka, untuk air minum seluruh masyarakat Mesir tergantung pada sungai Nil.
           Menurut sejarahnya Mesir terdiri dari lembah Nil yang sempit dan memanjang mulai dari tempat pertama air jatuh di Aswan (bukan dari yang kedua seperti sekarang ini), hingga daerah Menfis atau Kairo, ditambah dengan daerah segi tiga yang luas dan datar berdasarkan alasan inilah sehingga disebut Delta yang membentang dari Kairo ke laut. Perbedaan kedua daerah ini sangat berpengaruh bagi bangsa Mesir baik dari segi historisitas maupun lembaga-lembaga hidup dalam bangsa Mesir itu sendiri.
           Pada zaman prasejarah, kerajaan Mesir Hulu dan kerajaan Mesir Hilir bersatu dalam satu kekuasaan satu orang raja. Pada permulaan sejarah orang Mesir sangat memegang teguh garis keturunan bedasarkan sifat kembar dari kerajaan itu sebagai gelar yang dipakai oleh masing-masing firaun yakni raja Mesir Hulu dan raja Mesir Hilir. Dari segi politik dan militer kerjaan mesir kuno sangat lemah.

2.7 Mesir Pada Zaman Kuno[9]
           Lembah Nil sudah dihuni selama kira-kira enam ratus tahun. Selama berabad-abad sebelumnya, sungai raksasa ini terus-menerus membawa erosi dan lumpur dari hulunya yang kemudian bermuara di sebuah teluk sehingga lautan yang ada di sekitar teluk ini menjadi penuh dengan tanah aluvium yang membentuk Delta Nil. Sesudah perkembangan ini berakhir, dan setelah banyak tanah Alvium diendapkan di Lembah Nil, kemudian para pemukim datang untuk membersihkan rawa-rawa, mengolah tanah, membuat irigasi, dan mengeringkan tanah sebagai tempat tinggal mereka.
           Secara geografis di sebelah barat Lembah Nil terbentang gurun pasir Sahara, sebuah gurun yang datar,dan  banyak terdapat gundukan batu-batu besar dengan pasir yang dihembuskan oleh angin topan. Dan sejajar dengan lembah Nil terdapat sederat oase yang airnya tawar yang merupakan daerah-daerah lembah luas yang alami. Di daerah inilah tanah dapat diolah dn pemukiman dapat didirikan karena adanya air artesis. Dekat ke Lembah Nil, yang langsung berhubungan dengan lembah ini hanya melalui satu jalur alami yakni daearah Lembah Fayum yang pada zaman kuno disebut daerah Danau Muris.
           Sejak Dinasti XII dan seterusnya, daerah ini berperan sebagai tanah tempat pengungsian bila air meluap dan tempat penyimpanan luapan air sungai Nil. Di antara Lembah Nil dan Laut Meraah di sebelah timur terdapat gurun pasir Arab, suatu pegunungan yang terpisah-pisah dan mengandung sedikit bahan mineral seperti emas, baatu perhiasan, termasuk pualam putih, batu brek(k)i, dan batu diorti (batu hijau). Di seberang Teluk Suez terbentanglah Jazirah Sianai yang bergunung-gunung.
           Dengan demikian tanah Mesir terasing karena berada di tengah-tengah gurun-gurun yang mengapitnya sehingga sangat mudah mengembangkan kebudayaan sendiri. Tetapi serentak dengan itu, jalan masuk dari timur melalui Jazirah Sinai atau Laut Merah dan wadi Hemamat, serta dari utara dan selatan melalui sungai Nil. Dan melalui jalur inilah Mesir menerima kebudayaan dari luar (asing).
2.8  Gunung Sinai[10]
           Tempatnya belum dapat dipastikan. Beberapa ahli menganggap gunung-gunung berikut sebagai gunung Sinai: Jebel Musa, Ras ets-tsaftsafeh, Jebel Serbal dan sebuah gunung dekat al-Hrob. Tradisi yang cenderung menganggap gunung Sinai adalah Jebel Serbal, dapat dijejaki sampai Eusebius abad 4, yang menyebut Jebel Musa hanya sampai Yustinianus abad 6. Karena tidak ada padang gurun di kaki Jebel Serbal, membuatnya tidak mungkin sebagai gunung perjanjian. Menurut  pandangan A Musil, yang pernah diterima oleh kalangan luas, mengatakan bahwa, gunung berapi dekat al-Hrob harus disamakan dengan gunung Sinai, namun pada perjalaan selanjutnya pandangan ini tidak lagi diterima oleh para ahli, karena dengan itu rute perjalanan Keluaran tak dapat disusun kembali, dan pendapat itu tidak menafsirkan Kel 19 secara tepat.
           Tetapi tinggal hanya dua kemungkinan yakni: Jebel Musa dan Ras ets-tsaftsafeh. Kedua gunung ini terletak pada punggung batu granit, yang memanjang kira-kira 4 km dari barat laut ke tenggara. Ras ets-tsaftsafeh sekitar 1.993 m terletak di bagian utara, dan Jebel Musa sekitar 2.244 m di bagian selatan. Tradisi dan kebanyakan ahli moderen menerima Jebel Musa sebagai gunung Sinai. Namun beberapa ahli lain lebih memilih Ras ets-tsaftsafeh sebagai gunung perjanjian, karena pada kakinya terdapat dataran luas yang bisa menampung jemaah Israel dalam jumlah besar (bdk Kel 20:18’dan mereka berdiri jauh-jauh). Tetapi tradisi tentang Jebel Musa sudah begitu tua kira-kira 1500 tahun, dan gunung batu granit yang ada di situ begitu mengagumkan sehingga mungkin sekali itulah gunung Sinai. Dan tambahan lain lagi, beberapa tempat perhentian pada jalan yang menuju ke gunung itu, mengarah kekesimpulan yang sama. 
           Dalam Perjanjian Lama gunung Sinai disebut juga gunug Horeb. Sesudah melewati Mara dan Elim orang Israel sampai di Sinai pada bulan ke-3 sesudah berangkat dari Mesir (Kel 19:1), dan berkemah di dataran kaki gunung itu, dan dari situ puncak gunung dapat dilihat (Kel 19:16, 18, 20). Yahweh menampakkan diriNya kepada Musa di puncak gunung ini dan memberikan Kesepuluh Hukum serta hukum-hukum lainnya. Perjanjian yang diadakan Allah di situ dengan umat-Nya sangat penting dalam mengikat suku-suku itu menjadi satu, dan menempa mereka menjadi satu umat yang mengabdi kepada satu Allah. Walaupun keaslian berita ini ditolak oleh aliran modern tertentu, dari Hak 5:5 diterangkan bahwa tradisi tentang Sinai termasuk bagian yang tua dari kepercayaan orang Israel. Peranan gunung Sinai yang menonjol dalam Perjanjian Lama dan tradisi yang kuat dihubungkan dengan gunung itu, sehingga memberikan banyak bukti dalam menopang kebenaran sejarah dari berita ini (*KELUARAN, PERISTIWA).
2.9  Sungai Nil[11]
Secara terminologi kata Neilos berasal bahasa Yunani dan kata Nilus berasal dari bahasa Latin, yang keduanya beraarti Nil atau Nile namun nama ini belum pasti. Dalam Perjanjian Lama, ada sedikit kekecualian kata Ibrani yakni ye'or, yang berarti: sungai, aliran, terusan, dan selalu dipakai, bila sungai Nil Mesir yang dimaksud. Kata Ibrani ini sendiri langsung berasal dari kata Mesir itrw dalam bentuk i'r (w) yang mulai berlaku dari Wangsa kedelapanbelas dan selanjutnya, yang berarti: sungai Nil, aliran, terusan, yaitu sungai Nil dengan cabang-cabangnya dan terusan-terusan tambahannya.
Hanya satu kali kata nahar yang berarti “sungai” digunakan untuk Nil sebagai sungai Mesir yang sejajar dengan sungai Efrat, yakni negeri yang dijanjikan kepada Israel yang terletak di antara perbatasan yang lebar itu (Kej 15:18). Nakhal, 'wadi' jelas tidak pernah dipakai untuk Nil, melainkan untuk Wadi el-'Arish atau 'sungai Mesir'. sedangkan Sihor adalah ujung timur Delta Nil. Muasal Sungai Nil adalah gabungan dari beberapa sungai, di antaranya Kagera yang bermuara di Danau Victoria, Tanzania, dan dari danau ini mengalir sungai ke arah utara, melalui Danau Albert Nyanza dan rawa-rawa Sud yang luas di Sudan selatan, yang menjadi Nil Putih. Di Khartoum Nil Putih bergabung dengan Nil Biru yang berasal  dari Danau Tana yang terletak di pegunungan Etiopia (Abyssinia), gabungan kedua sungai inilah kemudian menjadi sungai Nil.
Setelah bergabung lagi dengan sungai Atbara kira-kira 320 km di timur laut Khartoum, sungai Nil mengalir kira-kira 2.700 km melalui Sudan dan Mesir ke arah utara ke Laut Tengah tanpa ada anak sungai lain yang bergabung dengannya. Panjang sungai Nil mulai dari Danau Victoria sampai Laut Tengah  kira-kira 5.600 km. Antara Khartoum dan Aswan ada enam 'bendul' (penghalang) dari batu-batu granit keras yg dilalui sungai itu, dan yang membentuk enam air terjun curam yang menghalangi pelayaran pada bagian-bagian yang curam itu. Di pedalaman antara Nubia dan Mesir Atas, sungai Nil mengalir melalui lembah sempit.
Di wilayah Mesir, lebar lembah itu tidak pernah lebih dari 20 km dan sering lebih sempit lagi,dan dikelilingi oleh bukit-bukit atau jurang-jurang karang terjal, yang di luarnya membentang gurun-gurun batu ke arah timur dan barat. Kira-kira 20 km di utara Kairo, sungai Nil terbagi dua cabang utama dan bermuara di laut di Rosetta di bagian barat dan di Damietta di bagian timur. Di antara dan di luar kedua aliran sungai ini terbentang tanah datar dan rawa Delta Mesir. Pada masa firaun-firaun Mesir nampaknya terdiri dari tiga bagian utama Delta Nil yang cukup terkenal yakni: Sungai Barat, Cabang Kanopik, 'Sungai Besar'- mungkin cabang Damietta sekarang; 'Air Re, Cabang Timur atau Cabang Pelusiak yang disebut Ibrani Sihor. Di samping itu ada juga cabang-cabang, aliran-aliran, dan ranting-rantingnya. Para ahli bumi Yunani memperkirakan terdapat lima sampai tujuh cabang dan muara Nil.
Cirikhas sungai Nil yang palig luar biasa adalah luapan banjir yang melampaui tebing-tebingnya dan menggenangi daerah di sekitarnya. Pada musim semi dan permulaan musim panas di Etiopia dan Sudan selatan terjadi hujan yang lebat sehingga cairan salju dari dataran tinggi mengubah Nil Atas teristimewa Nil Biru meluap deras dan menghanyutkan tanah halus yang berwarna kemerah-merahan dalam jumlah yang besar dan mengendap dikedua bidang tanah pada kedua sisi sungai yang dilanda banjir yakni di Mesir dan di Nubia. Luapan air bercampur lumpur itu, biasanya ditampung di lembah-lembah yang di buat menjadi bendungan-bendungan yang kemudian dialirkan kembali ketika aliran Nil surut. Begitu suburnya tanah yang digenangi oleh luapan air sungai Nil sehingga pertanian Mesir secara keseluruhan tergantung pada luapan air sungai Nil.








III. Penutup
      Tempat-tempat penting di atas merupakan tempat-tempat yang sangat berpengeruh dalam dunia Kitab Suci Perjanjian Lama. Pada zaman sekarang, tempat-tempat tersebut mungkin dilihat sebagai sesuatu yang sangat biasa. Hal ini dapat membuat orang keliru dalam memahami dan menafsirkan Kitab Suci.
      Sebagai seseorang yang belajar Kitab Suci, kita perlu tahu tentang tempat-tempat tertentu yang sangat berhubungan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dan ini akan sangat menolong kita dalam mamahami dan menafsifkan Kitab Suci. Maka betapa pentingnya belajar sejarah Kitab Suci tetapi perlu diingat bahwa Kitab Suci adalah buku iman bukan kitab atau buku sejarah.  
      Dengan demikian, dengan mengenal dan memahami tempat-tempat penting dalam sejarah Kitab Suci, dapat membantu kita untuk memahami perjalanan Musa dan bangsa Israel menuju Tanah Terjanji. Ini merupakan suatu sejarah penting dalam Kitab Suci yang telah mengisahkan perjalanan bangsa Israel sebagai bangsa terpilih, dan layak menempati serta mendiami tanah yang diberikan Allah kepada leluhur mereka Abraham.











[1] H. A. Oppusunggu (ed.), Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I (Judul asli: The New Bible dictionary),

 diterjemahkan oleh R. Soedarmo (ed.), ([tanpa tempat terbit], Penerbit: Yayasan Komunikasi Bina

 Kasih/OMF: 1995), hlm. 635.

[2] Herbert Haag. Kamus Akitab. (Judul asli: Biblisches Worterburch), diterjemahkan oleh Lembaga Biblika

Idonesia (Ende-Flores: Nusa Indah, 1995), hlm. 243.
[3] H. A. Oppusunggu (ed.), Ensiklopedia …., Jilid I, hlm. 310-311.

[4] H. A. Oppusunggu (ed.),  Ensiklopedia…, Jilid I, hlm. 206-207.
[5] H. A. Oppusunggu (ed.), Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid II (Judul asli: The New Bible dictionary),

 diterjemahkan  oleh R. Soedarmo (ed.), ([tanpa tempat terbit], Penerbit: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF:

 1995), hlm. 92-93.


[6] Herbert Haag. Kamus…, hlm. 291.

[7] Herbert Haag. Kamus…, hlm. 195.
[8] H.A. Oppusunggu (ed.), Ensiklopedia..., Jilid II, hlm. 64-65.

[9] H.A. Oppusunggu (ed.), Ensiklopedia..., Jilid II, hlm. 64-65.

[10] H. A. Oppusunggu (ed.), Ensiklopedia..., Jilid II, hlm. 410-411.

[11] H. A. Oppusungu (ed.), Ensiklopedia…, Jilid II, hlm. 158-159.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar